Minggu, 17 April 2011

Memaknai Kembali Sila-Sila Dalam Pancasila

Pancasila merupakan ideologi (pandangan hidup) bangsa indonesia yang masih sangat relevan pada saat ini. Di katakan masih sangat relevan karena sebuah negara bisa dikatakan negara yang maju bilamana seluruh komponen kehidupan negaranya mengacu pada prinsip-prinsip ketuhanan yang maha esa yang memunculkan maunsia yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan, dan keadilan sosial. Tetapi, kini nilai-nilai kebaikan dalam sila-sila pancasila tidak lagi dijalankan oleh masyarakat bangsa indonesia baik para pejabat negara maupun rakyat biasa. Kini yang ada dalam bangsa ini adalah seringnya kekerasaan antar agama maupun suku, korupsi dimana-mana dll.

Agar kita bisa memahami lagi lebih dalam sila-sila dalam pancasila agar bangsa ini bisa kembali menjadi negara yang santun dan ramah. Kita harus kembali memahami kembali nilai-nilai yang terkandung pada sila-sila pancasila.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama dalam pancasila adalah ketuhanan yang maha esa. Di dalam sila pertama terkandung nilai bahwa dalam penyelenggaraan dalam pemerintahaan negara, moral masyarakat, moral penyelengaaraan negara. Berpolitik, membuat hukum dan perundangan-undangan negara, kebebasan dan hak-hak asasi masyarakat haruslah mengacu pada nilai-nilai ketuhanan yang maha esa yang diajarkan pada agama.

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Dalam sila kedua bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab dan harus adil terhadap semua masyarakat tanpa terkecuali khususnya dalam hukum dan berkehidupan bernegara. Ini berarti bahwa hakikatnya manusia itu haruslah memiliki sikap dan perilaku yang baik dan harus mempunyai rasa adil dalam hubungan denagn diri sendiri, adil dengan manusia lainnya, adil terhadap bangsa dan negaranya, adil terhadap lingkungannya dan juga adil kepada tuhan yang maha esa.

3. Persatuan Indonesia

Dalam sila ini terkandung bahwa negara ini merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia yang sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kita sudah mengakui negara indonesia ini merupakan negara yang masyarakatnya berbeda baik dalam agama, suku dan ras. Oleh karena itu perbedaan itu bukanlah untuk diruncingkan menjdi konflik dan permusuhan antar masyarakat tetapi perbedaan yang ada untuk tetap memperkokoh persatuan dan kesatuan masyarakat indonesia itu sendiri.

4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratn/Perwkilan

Dalam makna sila ini dalam menciptakan negara yang sejahtera, pemimpin bangsa haruslah pemimpin yang selalu memerhatikan rakyatnya dan bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Dan dalam mengambil keptusuan haruslah mengedepankan musyawarah yang baik agar hasilnya pun bisa baik.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Makna dalam sila ini adalah setiap masyarakat apapun jenjang hidupnya haruslah adil kepada siapaapun tanpa dibeda-bedakan khususnya menyangkut kehidupan Bangsa Dan Negara Indonesia ini, adil disini adalah adil dalam hukum, adil dalam pemerintahaan, adil dalam mendapatkan hak-nya agar bisa terwujudnya kesejahteraan seluruh warganya dan menciptakan pergaulan antar negara dan bisa terciptanya ketertiban hidup yang bersama dan selaras.

Bila kita bisa memahami kembali sila-sila dalam pancasila sebagai pandangan hidup bangsa ini dan kita bisa menjalankan makna-makna dalam pancasila itu, bangsa ini bisa menjadi bangsa yang kuat dan maju dan bisa meminimalkan konfiks yang sering terjadi daolam masyarakat kita.

Minggu, 03 April 2011

Era Reformasi

Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai
di wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. rKali Saya akan mengkaji saat Era Reformasi dari berbagai segi .

Kinerja Pengambangan Olah Raga
Keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional. UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional membawa kepastian hukum bagi pembangunan olahraga di Indonesia.[1]

Kinerja Pengembangan Sistem Komunikasi Nasional
            Didalam dunia komunikasi juga terjadi perkembangan baru, antara lain dicabutnya Keputusan Menteri Penerangan tentang peraturan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sehingga pengurusan SIUPP menjadi lebih mudah, terbangunnya keberanian moral dalam menyampaikan aspirasi dan koreksi meskipun terkadang tidak sejalan dengan pemerintah, adanya toleransi yang tinggi dalam perbedaan pendapat, penggunaan media massa yang semakin berani dalam menyajikan fakta atau opini serta berbagai perkembangan lain yang pada akhirnya bermuara kepada suatu komitmen yakni bagaimana persatuan clan kesatuan tetap dapat dipelihara dalam dinamika yang sedang berkembang sekarang ini.[2] Berangkat dari kenyataan tersebut diatas maka nilai-nilai fllsafati yang mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa menjadi sangat penting artinya. Diktat ini akan memberikan pemikiran mengenai sistem komunikasi yang harus diimplementasikan didalam negara yang memiliki budaya politik Pancasila khususnya dalam membentuk pola yang tepat terhadap proses interaksi yang positif antara pemerintah dengan masyarakat-masyarakat dengan masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah. Dengan demikian akan diperoleh rumusan yang jelas dan tepat mengenai Sistem Komunikasi Indonesia.

Kinerja Pengembangan Data Dasar Pembangunan
Di antara beberapa langkah penting yang berhasil diletakkan pemerintah Habibie adalah diundangkannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU
No. 5/74 dan UU No. 5/79.[3] Tuntutan perobahan terhadap kedua UU itu sudah lama timbul, sejalan dengan meningkatnya tuntutan kearah otonomi daerah yang lebih luas. Uniknya, berbeda dengan tuntutan otonomi pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an yang timbul dari daerah-daerah, tuntutan ke arah otonomi yang lebih luas itu datang dari pemerintah pusat. Kalau dahulu pemerintah pusat keberatan memberikan otonomi sehingga berakibat pada pemberontakan daerah-daerah, sekali ini justru inisiatif ke arah otonomi datang dari pemerintah pusat dan beberapa daerah bahkan merasa berat untuk menerima otonomi tersebut.
Selanjutnya dalam penjelasan tentang otonomi yang bertanggung jawab itu dijelaskan sebagai konsekwensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Kinerja Sistem Politik
Banyak sekali pendapat bahkan penelitian ilmiah yang menunjukkan kinerja DPR selama tahun 1999-2009 ini tidak begitu baik. Salah satunya dibuktikan dari disertasi doktoral Idrus Marham yang menyebutkan bahwa sebanyak 60% anggota DPR tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Hanya sekitar 40% anggota DPR yang terlibat langsung dalam pembahasan konseptual tentang produk-produk hukum. Disertasi yang berjudul “Demokrasi Setengah Hati” tersebut dilakukan pada masa jabatan anggota DPR periode 1999-2004. Lantas, bagaimanakah kinerja DPR era 2004-2009? Sangat disayangkan, kinerja DPR pada dari tahun 2004 sampai sekarang ternyata tidak jauh berbeda dengan kinerja DPR di era sebelumnya. Banyaknya skandal korupsi dan kasus pelecehan seksual merupakan bentuk nyata bahwa DPR yang sekarang tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya. Mantan ketua MPR, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu, DPR masa jabatan sekarang masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang. Padahal, seperti yang kita tahu periode kerja anggota DPR saat ini tinggal menghitung hari. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR. Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat. Memang seperti apakah DPR yang seharusnya dapat memuaskan rakyat? Tentu saja jawaban pertanyaan di atas adalah DPR yang dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Pertanyaan lain kemudian timbul, pada titik manakah dapat dikatakan fungsi-fungsi DPR telah berjalan dengan baik. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin dapat kita jawab dengan melihat kembali kedudukan DPR dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak
sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat. Masalahnya, perumusan kepentingan rakyat itulah yang menjadi sangat ambigu karena sebuah keputusan yang demokratis pasti tidak dapat memuaskan semua pihak, termasuk rakyat itu sendiri. Belum lagi konspirasi yang terjadi antar anggota dewan dan konflik kepentingan antar fraksi (gabungan partai politik) ketika membahas suatu undang-undang. Kepentingan partai politik cenderung lebih diperjuangkan anggota DPR dalam pembahasan suatu undang-undang dibandingkan kepentingan rakyat. Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa kinerja anggota DPR selama era reformasi masih buruk. Hal ini dikarenakan mereka tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai anggota legislaif dan wakil rakyat. Oleh sebab itu, sebaiknya partai-partai politik melakukan proses kaderisasi dan rekruitmen politik yang lebih baik sehingg mendapatkan kader yang berkualitas untuk duduk di DPR.

Pemantapan dan Menterpaduan Data Dasar Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah
Dalam rangka untuk menyebarkan data dan informasi ked ala suatu basis data pembangunan daerah yang terpadu dibutukan hal seperti berikut :
  1. Aspek Kelembangaan 
  2. Intergrasi Secara Eksternal
  3. Aspek Integrasi Internal   
  4. Aspek Legalitas atau Formalitas
  5. Aspek Sumber Daya Manusia

3.     

DAFTAR PUSTAKA
1.      JURNAL IPTEK OLAHRAGA, VOL.9, No.1, Januari-April 2007: 61–74.
2.      © 2003 Digitized by USU digital library
3.      Dr. Said Zainal Abidin adalah Staf Ahli Menteri Negara Pembinaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Bidang
Kebijakan Publik – red.