Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama
kurun waktu yang cukup panjang, pembangunan nasional telah menghasilkan
berbagai kemajuan yang cukup berarti, namun sekaligus juga mewariskan berbagai
permasalahan yang mendesak untuk ditangani, diantaranya masih terdapatnya
disparitas atau ketimpangan antar daerah. Kebijakan dan strategi pembangunan
ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan
struktur ekonomi ini hanya terjadi pada tingkat nasional, sedangkan pada
tingkat daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di luar
pulau Jawa. Ini berarti bahwa peranan dan partisipasi daerah dalam pembangunan
ekonomi nasional belum optimal.
Selama ini strategi pembangunan yang diterapkan Indonesia telah
berhasil mengubah struktur ekonomi, dari struktur yang semula didominasi oleh
sektor pertanian menjadi struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor industri
manufaktur. Seiring dengan itu, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia juga
mencapai tingkat yang cukup tinggi. Namun demikian perubahan struktur ekonomi
dan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia pada masa lalu
hanya terjadi pada level nasional, sedangkan pada level daerah tidak semua
daerah memperoleh manfaat dari strategi tersebut. Sebab telah terjadi
disparitas, terutama daerah-daerah di luar pulau Jawa. Bahkan strategi yang
diterapkan tersebut secara bertahap telah memperlebar kesenjangan ekonomi
antara pulau Jawa dengan pulau-pulau besar lainnya, antar provinsi dan antar
kabupaten.
Masalah klasik dan mendasar terjadinya ketimpangan ekonomi
tersebut potensi ekonomi yang tidak sama. Ada beberapa wilayah atau provinsi
yang memiliki berbagai sumber daya alam berlimpah, tidak akan mengalami
permasalahan dalam membangun kegiatan ekonomi sebagai pusat
perumbuhan, Namun, tidak dapat dipungkiri, masih banyak wilayah selain tidak
memiliki SDA, dan kondisi lahannya banyak kering. Namun demikian, adanya
wilayah yang tidak didukung kondisi alam yang memadai untuk kegiatan pertanian,
namun memiliki posisi startegis dan memperoleh bantuan secara maksimal dari
pemerintah pusat untuk dibentuk sebuah kawasan industri sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi (growth pole).
Ketimpangan Antar Wilayah
Salah satu upaya negara untuk mengurangi ketimpangan antar daerah
atau wilayah tentunya melalui pemerataan pembangunan pada daerah-daerah.
Pembangunan regional merupakan bagian integral dalam pembangunan nasional
Dengan demikian diharapkan hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan
teralokasi ke tingkat regional. Dalam mencapai keseimbangan pembangunan antar
wilayah, terutama dalam pembangunan ekonominya, dibutuhkan beberapa kebijakan
dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijakan regionalisasi atau
perwilayahan.
Pembangunan adalah proses natural mewujudkan cita-cita bernegara,
yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Kesejahteraan
ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan meningkatnya
pendapatan. Hal senada disampaikan oleh Todaro (1994:15) bahwa pembangunan adalah proses multidimensional yang melibatkan
perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial, dan
institusi nasional, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan.
Masalah ketimpangan dan kemiskinan, telah dibahas dalam banyak
tulisan mengenai hubungan antara penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan
ekonomi, yang dalam beberapa tahun terakhir ini memunculkan istilah
“pertumbuhan yang berpihak pada kaum miskin” dan pro-poor budget.
Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Disparitas pembangunan regional merupakan
fenomena universal. Di semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat
pembangunannya, disparitas pembangunan merupakan masalah antar wilayah yang
tidak merata. Disparitas ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam
konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai setiap
bangsa. Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar
wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah atau
kawasan hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang
berlebihan (backwash) yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi
nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara masif dan berlebihan.
Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling
sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh. Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut:
dimana:
GR = Koefisien Gini (Gini Ratio)
fpi = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fci = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran
ke-i
Fci-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas
pengeluaran ke (i-1)
0 komentar:
Posting Komentar